Teka-Teki Kehidupan Manusia Abnormal
Kehidupan itu berjalan dengan penuh teka-teki yang harus dipecahkan manusia, termasuk yang tidak normal sepertiku. Tanggal 10 Agustus 1991, ibuku melahirkanku ke dunia ini. Ibuku, Lay Siau Moi, adalah wanita yang, menurutku, lemah namun bisa menyimpan dendam yang mematikan. Tapi, dia juga yang mendampingiku saat aku melewati masa tergelapku yang tak akan pernah selesai-selesai. Ayahku bernama Hie Pit Khie merupakan pria yang lebih keras dari batu dan tidak bisa dikalahkan. Kedua orangtuaku inilah yang sangat sukses mengajarkanku untuk berbakti kepada mereka tanpa bisa memikirkan diri sendiri sedikitpun.
Masa-masa saat di TK dan SD bukanlah masa yang cukup indah untukku. TK Bachtera Trisna adalah tempat yang dingin. Saat jajan di kantin, yang laki-laki selalu mendorong yang perempuan samapai terjatuh dan menangis. Aku sering sekali terjatuh sehingga aku belajar dan bersumpah tidak mau menjadi perempuan yang lemah. Saat itu, aku tidak punya banyak teman. Aku selalu menjadi copycat, jika temanku mempunyai tempat pensil yang bagus, aku juga akan membeli yang, setidaknya, sama persis. Lalu, aku pernah memperebutkan seseorang untuk jadi kakakku. Orang itu adalah Ernawati, kakak sepupuku. Tentu saja, aku berebut dengan Budiyanto, adik kandungnya. Aku kalah, maka setiap sore, aku hanya menonton tv sendiri atau dengan pembantu atau menganggu di dapur. Sampai sekarang, aku tak pernah suka dengan keluarga sepupuku. Menurutku, mereka semua dari bibiku sampai pembantunya pun berhati culas. Jika aku melakukan sesuatu yang menurut mereka tidak benar, mereka mengadukanku kepada ayahku dan buntutnya, mereka menonton kalau aku sedang dimarahi habis-habisan. Acara favoritku pasti kartun, tapi aku suka juga nonton sinetron sampai bosan karena lebih banyak adegan cinta yang memuakkan daripada adegan perkelahian atau pembunuhan yang lebih kusukai, dan acara dimana ada boneka Susan. Aku dulu juga suka bermain boneka. Boneka itu kutidurkan, tak jarang aku berusaha memandikannya, tapi selalu dilarang oleh ibuku, alasannya nanti rambut bonekanya kusut. Namun, aku kadang bersikap kejam terhadap boneka itu. Salah satu boneka yang kupunyai, Barbie, aku pernah menelanjanginya lalu kucoreti badannya dengan spidol dan pulpen dan aku lucuti lengannya. Kepalanya keras sekali untuk kucabut. Inilah asal-usul kekuatan dan sifat penghancurku.
Masa-masa SD adalah titik balik terendah dimana aku betul-betul tidak punya teman. SD Bhakti Tugas merupakan sekolah umum yang menurut anggapanku dan orangtuaku lebih baik sedikit daripada sekolah negeri, namun etnis China-nya sedikit. Disinilah aku menyadari, mungkin aku mengalami yang namanya diskriminasi ras. Tak ada yang mau bicara denganku. Yang laki-laki mengataiku dan mengejekku seenak perut mereka, yang perempuan mengucilkan dan memanfaatkanku. Aku menghormati teman-temanku tapi mereka tidak menghormatiku sedikitpun, hingga aku berubah menjadi manusia yang kejam. Yang menjadi temanku hanyalah guru-guru yang mengaliku. Saat kelas 1-3 SD, kemampuanku termasuk cukup pintar walaupun tidak masuk 3 besar, tapi selalu 5 dan 10 besar. Pada saat 4 SD, aku berubah menjadi manusia super pintar sekaligus merupakan masa bahwa “tak ada teman” menjadi prinsip hidup. Aku mendapat nilai sempurna untuk mata pelajaran IPS, karena sejak kecil aku doyan baca buku sejarah dan IPA. Ketika aku mendapat nilai 100, satu-satunya di angkatanku, teman-temanku menuduhku menyontek karena ada buku IPS yang terbuka di laciku. Sebenarnya aku lupa tentang buku itu, namun aku tidak menyontek sedikitpun. Kebanyakan yang memfitnahku adalah teman-teman wanita sedangkan yang membelaku hanya wali kelasku serta beberapa teman laki-laki yang berada di dekatku. Aku menangis dan bersumpah bahwa aku akan menghancurkan teman-temanku terutama perempuan-perempuan tukang iri itu. Bayangkan saja, mereka suka sekali membuatku malu. Aku ingat betapa malunya aku saat berdiri di tengah lapangan untuk menerima penghargaan sebagai juara 1 kelas, mereka menyorakiku bersamaan, satu sekolah menyorakiku. Tapi, mereka bertepuk tangan untuk temanku yang peringkatnya lebih rendah. Lalu, mereka mengusirku ketika aku ditunjuk wali kelas untuk menengok seseorang yang sakit. Kata mereka, gara-gara aku, temanku yang peringkatnya lebih rendah tapi populer itu tidak ikut menjenguk. Aku geram, namun semua cowok yang mengenalku dan yang suka sekali berkelahi denganku bersimpati padaku. Aku ingin menuntut balas.
Kesempatan itu datang berkali-kali dan kumanfaatkan dengan baik. Jika ada yang mengejekku, akan kupukuli dia hingga babak belur. Jika ada yang bersikap sok didepanku, akan kumarahi dan kujatuhkan dia. Aku sering sekali mencelakai dan dituduh mencelakai teman-temanku yang wanita. Misalnya, dalam pertandingan bola, aku berhasil merebut bola dari temanku dan kulewati dia. Dia jatuh dan aku dituduh menjatuhkannya. Padahal, menurutku, dia terpeleset sendiri. Contoh lainnya, ketika peniti pramukaku menggores kulit temanku, maka ia menangis dan lagi-lagi aku dipaksa untuk minta maaf. Aku tidak pernah minta maaf untuk hal-hal semacam itu. Aku senang-senang saja, melihat teman-temanku celaka. Aku tak pernah mendapat ucapan selamat ulang tahun, tapi yang kudapati adalah seorang teman yang lahir tanggal 9 Agustus, merayakan ulang tahunnya pada saat 10 Agustus, sehingga otomatis aku dilupakan dan dianggap sampah seperti biasa. Kepintaranku dimanfaatkan tapi diimbangi dengan kekuatan fisikku yang meningkat karena aku sering sekali berkelahi melawan teman-teman yang cowok, dan aku makin dikucilkan. Aku bersumpah saat reuni nanti, akan kubalas semua perbuatan mereka. Aku yang dulu adalah manusia yang pemarah, penuh dendam dan psikopat.
Kelas 4 SD-1 SMP, aku mengikuti kursus sempoa, bhs. Inggris dan SuperBrain(kursus meningkatkan kerja otak). Semuanya berarti bagiku karena disitulah aku betul-betul punya teman. Saat kelas 6 SD, aku bertemu dengan 2 pemuda yang lebih tua 1 tahun dariku dan cukup pintar. Keduanya saling mengenal, suka menjahiliku dan membuatku gembira. Mereka mengubahku, perlahan tapi pasti, menjadi manusia sesungguhnya. Maka, aku naksir mereka berdua. Demi mereka, aku belajar mati-matian dan jadi juara umum di sekolah. Nama mereka Dungga dan Steven.
Awal tahun pertamaku di Mardi Yuana sedikit lebih hangat sebab aku mulai punyai teman yang sesungguhnya. Di saat bersamaan, aku menyelesaikan kursus sempoaku setelah memenangkan beberapa kejuaraan. Namun, tahun pertamaku masih mirip dengan tahun-tahun waktu aku di SD. Ada beberapa cewek sentimentil yang doyan sekali memanfaatkanku dalam berbagai bidang, sehingga aku bagaikan budaknya. Aku naksir cowok lagi bernama Alpen. Dia lucu sehingga aku selalu semangat setiap hari. Semangat itu pulalah yang membuatku berhasil membalas dendam pada temanku yang sentimentil dan memerdekakan diri dari jajahannya. Aku belajar untuk menjadi kuat dan mandiri supaya tak ada lagi yang menindasku. Tahun keduaku di Mardi Yuana merupakan tahun terindah. Harapanku untuk punya teman sesungguhnya terkabul. Aku memggantikan posisi Alpen, Dungga dan Steven dengan seseorang yang bernama Patrick. Orang kurang ajar ini sangat lugu sehingga akulah yang menjahilinya, tapi ia bisa membuatku menangis hanya gara-gara menunjukkan laba-laba palsu besar mengerikan ketika aku serius belajar geografi. Berkat dia, aku hidup seperti manusia, dengan sedikit keabnormalan. Aku suka sekali menaruh buku diatas kepala dan mengajukan pertanyaan aneh pada guru PPKn. Sehingga aku suka pelajaran PPKn sebab aku bisa mengajukan pertanyaan aneh dan bertengkar dengan guruku. Pelajaran favoritku Sejarah, sebab aku smenganggap sejarah itu cerita sehingga aku mudah menghapal setiap kejadian yang ada. Tahun terakhirku di MY merupakan tahun penuh perjuangan. Sainganku banyak, namun aku berhasil mendapat nilai akademis tinggi dan menjejakkan kaki di surga pengharapan, Kolese Gonzaga.
Gonzaga dan Mardi Yuana sudah kuanggap menjadi rumah keduaku. Setiap kali aku berada di sana, aku selalu gembira. Namun, di Gonzaga, aku menghadapi masa tergelapku.Aku mendambakan kebebasan dan persahabatan. Salah satu usahaku untuk mempunyai teman baru adalah ikut Lustrum. Aku tertarik bagaikan magnet sebab sejak dahulu kala, aku tak punya kesempatan untuk ikut dalam berbagai kegiatan besar sekolah. Namun, seenaknya orangtuaku menghancurkan keinginanku. Aku tahu juga bahwa pada saat aku dieksekusi dan divonis dilarang ikut Lustrum, aku ingin membalas dendam pada orang-orang sekitarku. Orangtuaku, kakak angkatku yang kuanggap keluarga dan keluarga bibiku. Bibiku mempengaruhi ayahku supaya aku tidak diperbolehkan ikut Lustrum sedangkan kakak angkatku hanya asyik berpacaran dan tidak mau menolongku. Sejak itu, aku berjanji supaya aku belajar mati-matian untuk mendapatkan nilai yang disyaratkan untuk kuliah di luar negeri, meraih kebebasan yang tak bisa kudapatkan selama mereka didekatku. Mulanya aku benci teman-temanku yang punya kebebasan namun tidak ikut Lustrum. Aku iri, namun aku tak bisa menahan diri untuk membuka diriku sehingga mereka tahu apa yang kuinginkan sebenarnya. Aku juga sudah lupa bagaimana naksir cowok lagi karena di pikranku hanya ada Lustrum, Lustrum, Lustrum. Walaupun aku punya banyak teman, aku masih sering sendirian. Maka, aku bingung, sebenarnya aku punya atau tidak? Tapi, aku selalu sayang teman-temanku. Hal ini paling jelas ketika aku sendirian pergi ke TTA, TMII, Jumat, 9 Februari, untuk memberi semangat bagi teman-teman yang akan bermain dalam drama “Bayang-Bayang Retak”. Aku senang karena aku merasa dihargai oleh teman-temanku, terutama cowok-cowoknya, karena mereka mempercayaiku untuk menjadi penjaga gawang mereka saat kami bertanding melawan kelas lain. Teman-temanku selalu bersemangat mengajakku ikut bertanding bersama. Aku tumbuh menjadi perempuan abnormal dengan obsesi tak habisnya terhadap Lustrum dan sekolah. Saking terobsesinya pada Lustrum, aku pernah bermimpi membeli tiket nonton, melihat latihan, ikut latihan, melihat persiapan sampai menonton pementasannya, tapi aku tidak pernah bermimpi dalam tidurku bahwa aku akan ada di panggung sebagai salah satu pemain yang sah. Menyedihkan sekali. Aku menjadi sangat berbeda dari teman-teman cewekku yang lain. Aku tidak suka segala sesuatu yang bersifat feminim atau kewanitaan sehingga aku kadang bingung, aku ini cewek atau cowok?? Kupikir predikat “laki-laki” pantas untukku karena aku tidak suka segala hal yang bersifat feminim, karena menurutku dan berdasarkan pengalamanku di SD, segala hal yang feminim itu jelek, memuakkan dan membuatku lemah. Aku juga menjadi perempuan kuat dan berbeda dengan obsesi anak kecil yang punya impian besar. Aku berharap supaya teman-temanku tidak pergi dari hadapanku. Aku selalu benci liburan dan kenyataan, aku tidak ikut dalam kepanitiaan Jambore dan Lustrum, membuatku sedih dan kesepian. Maka, aku selalu berdoa supaya aku bisa bertemu mereka.
Hidupku penuh sekali dengan teka-teki yang membingungkan dan menyesatkan, tapi jika aku berhasil memcahkan teka-teki itu, pintu kebahagiaan akan terbuka untukku....
Teman sejati bagaikan 2 jiwa dalam satu tubuh.....
1 komentar:
Yan, gw ngak tau mau blg apa setelah gw baca smuanya.. gw sedih dgn masa kecil lo.. tpi gw salut dan bangga dan sangat merasa kau hebat Yan! karena lo bisa punya semangat walau gitu.. terus semangat Yan! tetapi jgn teralu dendam yahh.. mungkin gw gak di dlm keadaan lo. tp gw berpesan, jgn dendam
Posting Komentar